A.
Sejarah
Perkembangan Logika
Logika pertama-tama disusun oleh
Aristoteles (384-322 SM), sebagai sebuah ilmu tentang hukum-hukum berpikir guna
memelihara jalan pikiran dari setiap kekeliruan. Logika sebagai ilmu baru pada
waktu itu, disebut dengan nama “analitika” dan “dialektika”. Kumpulan karya
tulis Aristoteles mengenai logika diberi nama Organon, terdiri atas enam
bagian.
Theoprastus (371-287 sM), memberi
sumbangan terbesar dalam logika ialah penafsirannya tentang pengertian yang
mungkin dan juga tentang sebuah sifat asasi dari setiap kesimpulan. Kemudian,
Porphyrius (233-306 M), seorang ahli pikir di Iskandariah menambahkan satu
bagian baru dalam pelajaran logika. Bagian baru ini disebut Eisagoge, yakni
sebagai pengantar Categorie. Dalam bagian baru ini dibahas
lingkungan-lingkungan zat dan lingkungan-lingkungan sifat di dalam alam, yang
biasa disebut dengan klasifikasi. Dengan demikian, logika menjadi tujuh bagian.
Tokoh logika pada zaman Islam adalah
Al-Farabi (873-950 M) yang terkenal mahir dalam bahasa Grik Tua, menyalin
seluruh karya tulis Aristoteles dalam berbagai bidang ilmu dan karya tulis
ahli-ahli pikir Grik lainnya. Al-Farabi menyalin dan memberi komentar atas
tujuh bagian logika dan menambahkan satu bagian baru sehingga menjadi delapan bagian.
Karya Aristoteles tentang logika dalam
buku Organon dikenal di dunia Barat selengkapnya ialah sesudah berlangsung
penyalinan-penyalinan yang sangat luas dari sekian banyak ahli pikir Islam ke
dalam bahasa Latin. Penyalinan-penyalinan yang luas itu membukakan masa dunia
Barat kembali akan alam pikiran Grik Tua.
Petrus Hispanus (meninggal 1277 M)
menyusun pelajaran logika berbentuk sajak, seperti All-Akhdari dalam dunia
Islam, dan bukunya itu menjadi buku dasar bagi pelajaran logika sampai abad
ke-17. Petrus Hispanus inilah yang mula-mula mempergunakan berbagai nama untuk
sistem penyimpulan yang sah dalam perkaitan bentuk silogisme kategorik dalam
sebuah sajak. Dan kumpulan sajak Petrus Hispanus mengenai logika ini bernama
Summulae.
Francis Bacon (1561-1626 M) melancarkan
serangan sengketa terhadap logika dan menganjurkan penggunaan sistem induksi
secara lebih luas. Serangan Bacon terhadap logika ini memperoleh sambutan
hangat dari berbagai kalangan di Barat, kemudian perhatian lebih ditujukan
kepada penggunaan sistem induksi.
Pembaruan logika di Barat berikutnya
disusul oleh lain-lain penulis di antaranya adalah Gottfried Wilhem von
Leibniz. Ia menganjurkan penggantian pernyataan-pernyataan dengan simbol-simbol
agar lebih umum sifatnya dan lebih mudah melakukan analisis. Demikian juga
Leonard Euler, seorang ahli matematika dan logika Swiss melakukan pembahasan
tentang term-term dengan menggunakan lingkaran-lingkaran untuk melukiskan
hubungan antarterm yang terkenal dengan sebutan circle-Euler.
John Stuart Mill pada tahun 1843
mempertemukan sistem induksi dengan sistem deduksi. Setiap pangkal-pikir besar
di dalam deduksi memerlukan induksi dan sebaliknya induksi memerlukan deduksi
bagi penyusunan pikiran mengenai hasil-hasil eksperimen dan penyelidikan. Jadi,
kedua-duanya bukan merupakan bagian-bagian yang saling terpisah, tetapi
sebetulnya saling membantu. Mill sendiri merumuskan metode-metode bagi sistem
induksi, terkenal dengan sebutan Four Methods.
Logika Formal sesudah masa Mill lahirlah
sekian banyak buku-buku baru dan ulasan-ulasan baru tentang logika. Dan sejak
pertengahan abad ke-19 mulai lahir satu cabang baru yang disebut dengan
Logika-Simbolik. Pelopor logika simbolik pada dasarnya sudah dimulai oleh
Leibniz.
Logika simbolik pertama dikembangkan oleh
George Boole dan Augustus de Morgan. Boole secara sistematik dengan memakai
simbol-simbol yang cukup luas dan metode analisis menurut matematika, dan
Augustus De Morgan (1806-1871) merupakan seorang ahli matematika Inggris
memberikan sumbangan besar kepada logika simbolik dengan pemikirannya tentang
relasi dan negasi.
Tokoh logika simbolik yang lain ialah
John Venn (1834-1923), ia berusaha menyempurnakan analisis logik dari Boole
dengan merancang diagram lingkaran-lingkaran yang kini terkenal sebagai diagram
Venn (Venn’s diagram) untuk menggambarkan hubungan-hubungan dan memeriksa
sahnya penyimpulan dari silogisme. Untuk melukiskan hubungan merangkum atau
menyisihkan di antara subjek dan predikat yang masing-masing dianggap sebagai
himpunan.
Perkembangan logika simbolik mencapai
puncaknya pada awal abad ke-20 dengan terbitnya 3 jilid karya tulis dua filsuf
besar dari Inggris Alfred North Whitehead dan Bertrand Arthur William Russell
berjudul Principia Mathematica (1910-1913) dengan jumlah 1992 halaman. Karya
tulis Russell-Whitehead Principia Mathematica memberikan dorongan yang besar
bagi pertumbuhan logika simbolik.
Di Indonesia pada mulanya logika tidak
pernah menjadi mata pelajaran pada perguruan-perguruan umum. Pelajaran logika
cuma dijumpai pada pesantren-pesantren Islam dan perguruan-perguruan Islam
dengan mempergunakan buku-buku berbahasa Arab. Pada masa sekarang ini logika di
Indonesia sudah mulai berkembang sesuai perkembangan logika pada umumnya yang
mendasarkan pada perkembangan teori himpunan.
B.
Pengertian
Logika
1. Dalam
sejarah perkembangan logika, banyak definisi dikemukakan oleh para ahli, yang
secara umum memiliki banyak persamaan. Beberapa pendapat tersebut antara lain:
The Liang Gie dalam bukunya Dictionary of Logic (Kamus Logika) menyebutkan: Logika
adalah bidang pengetahuan dalam lingkungan filsafat yang mempelajari secara
teratur asas-asas dan aturan-aturan penalaran yang betul (correct reasoning).
Menurut Mundiri dalam bukunya tersebut Logika didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari metode dan hukum-hukum yang digunakan untuk membedakan penalaran
yang betul dari penalaran yang salah. Secara etimologis, logika adalah istilah
yang dibentuk dari kata logikos yang berasal dari kata benda logos.
Kata logos berarti: sesuatu yang diutarakan, suatu pertimbangan akal (fikiran),
kata, atau ungkapan lewat bahasa. Kata logikos berarti mengenai
sesuatu yang diutarakan, mengenai suatu pertimbangan akal, mengenai kata,
mengenai percakapan atau yang berkenaan dengan ungkapan lewat bahasa. Dengan
demikian, dapatlah dikatakan bahwa logika adalah suatu pertimbangan akal atau
pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Sebagai ilmu,
logika disebut logike episteme atau dalam bahasa latin disebut logica
scientia yang berarti ilmu logika, namun sekarang lazim disebut dengan logika
saja. Definisi umumnya logika adalah cabang filsafat yang bersifat praktis
berpangkal pada penalaran, dan sekaligus juga sebagai dasar filsafat dan
sebagai sarana ilmu. Dengan fungsi sebagai dasar filsafat dan sarana ilmu
karena logika merupakan “jembatan penghubung” antara filsafat dan ilmu, yang
secara terminologis logika didefinisikan: Teori tentang penyimpulan yang sah.
Penyimpulan pada dasarnya bertitik tolak dari suatu pangkal-pikir tertentu,
yang kemudian ditarik suatu kesimpulan. Penyimpulan yang sah, artinya sesuai
dengan pertimbangan akal dan runtut sehingga dapat dilacak kembali yang
sekaligus juga benar, yang berarti dituntut kebenaran bentuk sesuai dengan isi.
Logika sebagai teori penyimpulan, berlandaskan pada suatu konsep yang
dinyatakan dalam bentuk kata atau istilah, dan dapat diungkapkan dalam bentuk
himpunan sehingga setiap konsep mempunyai himpunan, mempunyai keluasan. Dengan
dasar himpunan karena semua unsur penalaran dalam logika pembuktiannya menggunakan
diagram himpunan, dan ini merupakan pembuktian secara formal jika diungkapkan
dengan diagram himpunan sah dan tepat karena sah dan tepat pula penalaran
tersebut. Berdasarkan proses penalarannya dan juga sifat kesimpulan yang
dihasilkannya, logika dibedakan antara logika deduktif dan logika induktif.
Logika deduktif adalah sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip
penyimpulan yang sah berdasarkan bentuknya serta kesimpulan yang dihasilkan
sebagai kemestian diturunkan dari pangkal pikirnya. Dalam logika ini yang
terutama ditelaah adalah bentuk dari kerjanya akal jika telah runtut dan sesuai
dengan pertimbangan akal yang dapat dibuktikan tidak ada kesimpulan lain
karena proses penyimpulannya adalah tepat dan sah. Logika deduktif karena berbicara
tentang hubungan bentuk-bentuk pernyataan saja yang utama terlepas isi apa yang
diuraikan karena logika deduktif disebut pula logika formal.
2.
Kata logika menurut kamus berarti
cabang ilmu pengetahuan yang mengamati tentang prinsip-prinsip pemikiran
deduktif dan induktif. Kata logika menurut istilahnya berarti suatu metode atau
teknik yang diciptakan untuk meneliti ketepatan penalaran. Maka untuk memahami
apakah logika itu haruslah mempunyai pengertian yang jelas tentang penalaran,
penalaran adalah suatu bentuk pemikirann yang meliputi tiga unsur, yaitu konsep
pernyataan dan penalaran. Logika adalah bahasa Latin berasala dari kata “logos”
yang berarti perkataan atau sabda. Istilah lain digunakan sebagai gantinya
adalah “mantiq”, kata Arab yang diambil dari kata kerja “nathaqa” yang berarati
berkata atau berucap. Dalam bahasa sehari-hari kita sering mendengar ungkapan
serupa: ‘alasannya tidak logis’, ‘argumentasi logis’, ‘kabar itu tidak logis’.
Yang dimaksud dengan logis adalah masuk akal, dan tidak logis adalah sebaliknya.
3.
Logika merupakan cabang filsafat
yang bersifat praktis berpangkal pada penalaran, dan sekaligus juga sebagai
dasar filsafat dan sebagai sarana ilmu. Dengan fungsi sebagai dasar filsafat
dan sarana ilmu karena logika merupakan “jembatan penghubung” antara filsafat
dan ilmu, yang secara terminologis logika didefinisikan: Teori tentang
penyimpulan yang sah. Penyimpulan pada dasarnya bertitik tolak dari suatu
pangkal-pikir tertentu, yang kemudian ditarik suatu kesimpulan.
4.
Logika berasal dari kata Yunani kuno λόγος (logos) yang berarti
hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam
bahasa. Logika adalah salah satu cabang filsafat.
Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia)
atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir
secara lurus, tepat, dan teratur.
5.
Istilah Logika, dari
segi estimologis berasal dari kata Yunani Logos
yang digunakan dalam beberapa arti, seperti : ‘ucapan,bahasa, kata,
pengertian, pikiran, akal budi, ilmu’ (Poespoprodjo, 1985:2). Dari situ
kemudian diturunkan kata sifat logis yang sudah sangat sering terdengar dalam
percakapan kita sehari-hari. Orang berbicara tentang perilaku yang logis
sebagai lawan terhadap perilaku yang tidak logis, tentang tata cara logis,
tentang penjelasan yang logis, dan sejenisnya. Dalam semua kasus itu, kata
logis dgunakan dalam arti yang kurang lebih sama dengan ‘masuk akal’ ;
singkatnya, segala sesuatu yang sesuai dengan dan dapat diterima akal sehat.
Dengan hanya berdasar kepada arti etimologis itu, apa sebetulnya logika masih
belum dapat diketahui. Agar dapat memahami dengan sungguh-sungguh hakekat
logika, sudah barang tentu orang harus mempelajarinya. Untuk maksud itu,
kiranya tepat kalau, sebagai suatu perkenalan awal, terlebih dahulu dikemukakan
disini sebuah mengeneai istilah logika itu. Dalam Bukunya, Introduction
to Logic, Irving M. Copi mendefinisikan logika sebagai
suatu studi tentang metode-metode dan prinsip-prinsip yang digunakan dalam
membedakan penalaran yang tepat dari penalaran yang tidak tepat. ( Irving
M.Copi, 1976 : 3).
Daftar Pustaka
Sumber dari internet
:
Halaman ini terakhir
diubah pada 04.05, 1 Oktober 2011.
Copyright ©
2009-2011 IMTAQ
http://www.belajar-filsafat.com/2010/05/logika-8.html
0 komentar:
Posting Komentar